Tahukah Kamu ?

Tari Tradisional Mengontrol Emosi Anak 

Tahukah kalian , Bahwa sebenarnya ada yang tidak kalian ketahui mengenai manfaat menari , khususnya menari tradisional .
Secara medis, gerak dalam tari tradisional memicu jantung berdetak secara teratur. Hal ini membuat perasaan atau emosi menjadi lebih tenang.
Sumber : rachmaqonitah.blogspot.com
Banyak orang yang berpikir bahwa dia tidak dapat menari karena tidak dapat mengikuti gerakan badannya secara baik dan benar . Eitsss tapi bukan begitu , sebenarnya  semua orang itu dapat menari, meski gerakan tarinya tidak selalu terlihat bagus. Selain itu, salah satu tujuan utama menari adalah untuk menikmati musik yang mengalun . Jadi menari itu cocok untuk semua usia, ukuran, serta bentuk tubuh yang gendut sekalipun juga bisa ko menari , hehe.

Meski demikian, menurut Theodora Retno Maruti, penari sekaligus dosen Tari Fakultas Seni Pertunjukan IKJ, usia yang paling baik untuk mulai menari adalah 5-6 tahun. “Pada usia tersebut, daya tangkap anak sangat cepat. Secara emosional, mereka mudah diasah dan secara fisik, mereka lebih mudah untuk dibentuk dalam proses pembelajarannya.
Ada beberapa hal positif yang bisa kita dapatkan dari menari itu sendiri , diantaranya.
1. Menjaga Keseimbangan dan sikap tubuh
Dikatakan oleh Retno Maruti, gerakan dasar tari, secara fisik mengatur detak jantung yang pada akhirnya berpengaruh pada keseimbangan tubuh. Dengan kontrol jantung yang teratur, si anak dapat lebih tenang dan berkonsentrasi dalam menari.
Menari –seperti dikatakan Retno– juga berimbas pada sikap tubuh anak. “Dengan menari, anak terbiasa untuk berjalan dengan tegak namun lentur. Tidak kaku,” katanya. Gerak dasar tari, menurut Retno, dapat dipelajari dalam jangka waktu 6 bulan. Gerak dasar ini mencakup banyak hal, seperti gerakan dasar untuk leher, tangan, kaki, otot perut, mata, kepala, serta anggota tubuh yang lainnya. Berbeda tarian, maka akan berbeda pula gerak dasarnya.
Ambil contoh tari Shaman dari Aceh. Tarian ini mengutamakan gerakan dan tepukan tangan pada badan penari yang dilakukan sambil duduk dengan diiringi vokal yang mendendangkan syair keagamaan. Tarian Minangkabau banyak mengolah gerak-gerak beladiri seperti pencak silat. Di daerah pantai Kalimantan terdapat tarian yang menitikberatkan pada langkah kaki seperti tari-tarian Melayu.
Dikatakan Rosmini, salah satu pelatih tari dari Sanggar Ayunda Puspita, anak yang sudah mempelajari dan menguasai tari tradisional cenderung lebih mudah menguasai tari kreasi atau tari modern. “Ini dikarenakan mereka sudah menguasai gerakan dasar tari, selain struktur badannya juga sudah terlatih.”
2. Melatih Kedisiplinan dan percaya diri
Melalui tari, anak dilatih selain disiplin dalam waktu, juga dalam gerak dan berpakaian. Ini berhubungan juga dengan rasa percaya diri yang dikembangkan. Dengan berlatih menari dan didukung penampilan di panggung, anak akan mulai tumbuh rasa percaya dirinya.
Namun begitu, Rosmini menyarankan agar orangtua jangan terlalu memaksakan sang anak untuk tampil di muka umum. Biarkan mereka tampil dengan kesadarannya sendiri. Dikatakan Rosmini, umumnya, anak yang tampil dengan paksaan dari orangtua tidak bisa tampil secara maksimal, cenderung melakukannya dengan setengah hati, sehingga mereka tidak bisa sepenuhnya menjiwai tarian yang mereka bawakan. “Secara perlahan, karena anak itu tidak terlalu meminatinya, mereka akan mundur,” ucap Rosmini.
3. Memupuk kerjasama
Seni itu sebagai kreasi dari manusia yang melahirkan keindahan, persahabatan, disiplin, sportivitas, hingga kemampuan untuk tidak membedakan pribadi yang satu dengan pribadi yang lain dari sisi suku, bangsa, adat istiadat, hingga keyakinan. Dalam kesenian, semua itu satu, dan satu adalah semua, tidak ada diskriminasi yang melahirkan intoleransi dan permusuhan. Dengan demikian diharapkan mereka memiliki rasa kebineka-tunggal-ika-an (berbeda tetapi tetap satu) yaitu sebagai insan ciptaan Tuhan yang memiliki hak dan martabat yang sama di dalam mengembangkan seni.
Dalam tarian kelompok seperti tari Rampak, misalnya, anak diharapkan saling bekerja sama karena satu kesalahan saja bisa mempengaruhi penari lainnya. Nah, tugas penari lainnya adalah menutupi kesalahan itu dan berusaha agar tidak terjadi kesalahan. Di situlah terjadinya kerjasama, dengan cara, masing-masing penari saling mengingatkan satu sama lain.
4. Membentuk karakter, mengontrol emosi
Secara psikologi, tari tradisional berfaedah juga dalam mengontrol emosi anak. Pada umumnya, anak yang mempelajari tari tradisional bersikap lebih tenang. Ini dikarenakan pengendapan rasa si anak pada tarian tersebut. Ini juga dipengaruhi oleh musik pengiring tarian tersebut. Secara medis, gerak dalam tari tradisional memicu jantung berdetak secara teratur. Detak jantung yang teratur membuat perasaan atau emosi menjadi lebih tenang.
Retno menuturkan, di zaman sekarang, tari yang berkarakter kuat jarang diajarkan. Ini terlihat terutama dalam tari kreasi modern yang umumnya hanya mementingkan sekadar gerak badan saja, tanpa karakter yang kuat dan jelas. Dalam tari tradisional, setiap gerakan memiliki makna tertentu.
5. Pesan Moral
Kesenian tari ini merupakan ekspresi dan cermin budaya bangsa. Meski sudah mengalami perubahan, seni tari tradisional tersebut masih diminati berbagai kalangan. Nah, di tarian itu sendiri juga harus ada pesan moralnya jangan hanya sembarang tari.
Melalui perubahan, manusia senantiasa menemukan dirinya kembali untuk menggandakan talenta yang dimiliki dalam berbagai nuansa kehidupannya. Dengan demikian akan terjadi berbagai pembaharuan, kretivitas dan kemampuan untuk senantiasa menjadi baru.
Pesan-pesan moral yang dituangkan dalam bentuk tarian itu bagi kita adalah warisan yang tak ternilai harganya. “Dalam setiap tarian itu bertutur sebuah cerita yang mengandung pesan moral,” ungkap Retno. Misalnya Tari Punjari dari daerah Banyuwangi, Jawa Timur yang menggambarkan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas restunya pada manusia dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Atau tari Kundaran yang juga berasal dari daerah yang sama, yang berangkat dari seni Kuntulan Banyuwangi dan seni Hadrah Bondowoso sebagai upaya penyebaran agama Islam di pesisir Jawa Timur.
Penjelasan sang pelatih, atau pengetahuan sang anak akan tari yang sedang didalaminya, akan membantu mereka dalam menghayati dan menjiwai tarian tersebut. “Semakin mereka menjiwai suatu tarian, si anak akan semakin mencintai tari tradisional tersebut,” kata Rosmini.
Untuk membantu apresiasi sang anak akan tari tradisional, Retno menyarankan agar para orangtua juga membekali sang anak dengan pengetahuan kesenian tradisional. Hal itu dapat dilakukan antara lain dengan membekali anak dengan buku bacaan mengenai kesenian tradisional, menonton pergelaran kesenian tradisional, dan lain-lain. “Ini akan merangsang anak untuk mengetahui, lalu mempelajari, kemudian memahami, dan pada akhirnya mencintai kesenian tradisional,” kata Retno.
Jadi, satu.… dua.… tiga…. mari mulai menari!
 
Sumber : https://elizabethfang.wordpress.com/2011/01/16/tari-tradisional-mengontrol-emosi-anak/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tips Agar Mudah Betah Belajar di Sekolah Baru

LENSA DEMOKRASI Osis SMK Doa Bangsa